Organisasi
 sepakbola tertinggi di Indonesia (PSSI) sudah terbentuk   sejak 19 
April 1930 di Yogyakarta. Hingga kini tercatat sudah ada 14   orang yang
 menjabat sebagai ketua umum PSSI, sejak Soeratin   Sosrosoegondo 
(1930-1940) hingga Nurdin Halid (2003-2011) sekarang.   Indonesia 
sendiri mengklaim sebagai negara asia pertama yang turut serta   dalam 
ajang Piala Dunia, pada tahun 1938 Indonesia berpartisipasi pada   
turnamen Piala Dunia meskipun saat itu menggunakan nama Hindia Belanda  
 (saat itu Hindia Belanda hanya sekali bermain dan kalah 0-6 dari   
Hungaria).
Liga Indonesia bergulir sejak tahun 1931 dengan nama Perserikatan,   
dengan juara pertama kali VIJ Jakarta yang mengalahkan VVB Solo di   
Stadion Sriwedari Solo. Pada tahun 1979 diperkenalkan sebuah kompetisi  
 baru yaitu Galatama (Indonesia dikabarkan menjadi pioner kompetisi   
semi-professional dan professional di Asia selain Liga Hong Kong), yang 
  diprakarsai oleh Acub Zaenal, juara Galatama pertama kali adalah Warna
   Agung. Di kompetisi inilah cikal bakal penggunaan pemain asing di   
kompetisi sepakbola Indonesia, Fandi Ahmad (sekarang pelatih Pelita   
Jaya) adalah salah satu pemain asing yang ikut berkompetisi di Galatama.
Galatama dan Perserikatan akhirnya dilebur menjadi satu dengan nama   
Liga Indonesia pada tahun 1994. Sebelum dilebur, Persib Bandung menjadi 
  juara Perserikatan (mengalahkan PSM Ujungpandang 2-0, di Jakarta) 
untuk   terakhir kalinya, sedangkan juara Galatama yang terakhir adalah 
Pelita   Jaya setelah mengalahkan Gelora Dewata 1-0. Liga Indonesia 
diharapkan   menjadi embrio baru sepakbola profesional di Indonesia. 
Pada kompetisi   Liga Indonesia yang pertama kali, Persib Bandung 
menjadi juara setelah   mengalahkan Petrokimia Putra dengan skor 1-0. 
Tercatat dua kali Liga   Indonesia harus terhenti di tengah jalan yaitu 
pada tahun 1998 (Politik)   dan 2006 (Gempa bantul). Liga Indonesia juga
 sering berubah format   kompetisi, dari format satu wilayah dan dua 
wilayah.
Sekarang format kompetisi di Indonesia berubah kembali, masih dengan   
semangat menciptakan profesionalisme sepakbola, Liga Super Indonesia   
digulirkan sejak tahun 2008. Untuk pertama kalinya, Persipura Jayapura  
 menjadi juara Liga Super Indonesia dengan format satu wilayah dan   
kompetisi penuh. Namun kendala masih saja ada untuk menciptakan   
profesionalisme (baca : industri) sepakbola, salah satunya adalah masih 
  bergantungnya pendanaan klub-klub Liga Super dari dana rakyat yaitu   
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Solusi Bagi Sepakbola Indonesia
Sepakbola Indonesia perlu pembenahan dalam banyak hal. Perbaikan  sarana
 dan prasarana sampai kepada pembentukan pemain yang berkualitas  adalah
 pekerjaan rumah yang maha berat bagi sepakbola Indonesia. Namun  tidak 
ada yang tidak mungkin, selama kita mau berusaha. Stadion di  Indonesia 
mulai berbenah, stadion-stadion baru direncanakan mulai  dibangun. 
Konsep pembinaan pun mulai diperhatikan dengan adanya  kewajiban bagi 
setiap klub Liga Super untuk memiliki tim dibawah usia 21  tahun, konsep
 ini perlu dikembangkan dengan mewajibkan klub memiliki  akademi 
sepakbola.
Untuk menopang segala perbaikan tersebut tentunya membutuhkan dana.  
Sponsor dapat diperoleh dengan meningkatkan animo masyarakat dan  
perbaikan mental suporter. Televisi dan internet merupakan sarana tepat 
 untuk mempromosikan dan meningkatkan animo masyarakat untuk menonton  
sepakbola Indonesia. Dengan banyaknya pemberitaan dan siaran langsung  
pertandingan sepakbola nasional, sponsor pun akan mendapat timbal balik 
 dengan produknya lebih dikenal oleh masyarakat. Dengan masuknya 
sponsor,  klub akan mampu berdikari, dan tidak ada lagi alasan kesulitan
 mencari  dana (dengan pemahaman produk/apa yang akan dijual, sebenarnya
 pencarian  sponsor bisa dimulai dari sekarang).
Sepakbola yang enak ditonton, dan tidak membuat orang takut untuk  
menonton di stadion akan sangat membantu sepakbola Indonesia. Mental  
suporter harus berbenah, benar-benar menjadi suporter  sejati,
 bukan hanya sebagai provokator. Kerusuhan dan keonaran yang  tercipta 
dalam sepakbola hanya akan membawa sepakbola Indonesia  terkubur lebih 
dalam. Disinilah suporter ditantang untuk membenahi  sepakbola dalam 
skala nasional, bukan hanya sebuah kebanggaan terhadap  sebuah klub 
semata. Jadi mari kita rekatkan tangan dan bersama-sama  membangun 
sepakbola Indonesia. Salam sepakbola!
Mengapa Sepakbola Indonesia KURANG Berprestasi?
Prestasi sepakbola tidak didapat secara instan, perlu proses panjang  
untuk menciptakan sebuah prestasi. Salah satu pendukung terciptanya  
jalan menuju prestasi adalah kompetisi sepakbola yang baik, dan hal  
pertama yang perlu diperhatikan dalam kompetisi adalah pembinaan. Dalam 
 konteks industri sepakbola saat ini, sepakbola adalah suatu sistem.  
Mulai dari wadah (kompetisi, BLI/PT Liga Indonesia sebagai produser),  
Regulator (PSSI sebagai induk organisasi sepakbola tertinggi) hingga  
pelaksana (klub, suporter dan semua komponen penyelenggara pertandingan)
  harus bersinergi dan memiliki satu visi yang sama yaitu memajukan  
sepakbola Indonesia.
Industri adalah sebuah bisnis, sepakbola sebagai sebuah industri  
tentunya berprospek meningkatkan income. Uang memang penting, namun yang
  lebih penting adalah bagaimana menciptakan iklim kompetisi yang  
kondusif bagi kepentingan industri sepakbola dan tentunya prestasi  
sepakbola nasional. Namun di Indonesia seringkali terjadi bahwa  
penyelenggara, regulator dan pelaksana di lapangan berjalan  
sendiri-sendiri. APBD yang seyogyanya harus dicoret dari sumber  
pendanaan masih diijinkan untuk dipakai, hukuman dan sanksi yang  
semestinya tegas masih bisa dikompromikan dan klub merasa selalu punya  
uang untuk mengontrak pemain dengan harga mahal sedangkan pemain mudah  
merasa puas dengan apa yang sekarang sudah dicapai.
Inilah potret sepakbola Indonesia, sebuah stagnanisasi pemikiran  
mengenai kemajuan sepakbola di Indonesia. Belum ada tokoh revolusioner  
di dalam tubuh PSSI yang berani merubah wajah sepakbola Indonesia, belum
  ada pendobrak tatanan sepakbola yang sampai saat ini sudah dianggap  
mapan. Kunci berkembang atau tidak sepakbola Indonesia berada pada titik
  ini, kalau belum ditemukan manusia yang mampu mendorong terciptanya  
iklim sepakbola yang baik di Indonesia, jangan pernah berharap sepakbola
  Indonesia bisa berprestasi.
FIFA Beri Restu PSSI Tindak LPI
PSSI segera memberhentikan kompetisi tandingan Liga Primer Indonesia 
(LPI). Keputusan tersebut dilakukan setelah federasi sepak bola 
tertinggi negeri ini mendapat mandat dari FIFA.  PSSI mengklaim sudah 
mendapatkan izin tertulis dari FIFA. Surat berisi pemberhentian 
kompetisi LPI tersebut diterima pada Rabu (9/2) pagi. Sekjen PSSI 
Nugraha Besoes mengungkapkan, secepatnya permintaan penghentian 
kompetisi kepada Konsorsium LPI akan diberikan.  ”Kami sudah menerima 
instruksi tertulis dari FIFA. Mereka memberikan otoritas kepada kami 
untuk mengambil langkah konkret terkait LPI. Kami akan memberhentikan 
LPI sesuai isi surat mereka. Dalam waktu dekat, kami akan berkirim surat
 pembekuan kepada mereka,” kata Nugraha, kemarin.  LPI sudah bergulir 
sejak Jumat (1/1) di Solo. Kompetisi tandingan tersebut saat ini diikuti
 19 klub. Jumlah tersebut menggelembung setelah tiga klub Indonesia 
Super League (ISL) bergabung. Mereka yang memilih kostum baru LPI adalah
 Persema Malang, PSM Makassar, dan Persibo Bojonegoro. Sampai laga 
Minggu (13/2), rata-rata klub LPI sudah menggelar empat pertandingan.  
”Nantinya LPI juga akan dibubarkan karena keberadaannya ilegal. Kami 
akan ber koordinasi internal dengan anggota Exco (Komite Eksekutif) PSSI
 lebih dahulu sebelum membubarkan mereka,” lanjutnya.  PSSI sebelumnya 
sempat mengancam akan membekukan status pemain, pelatih, wasit, bahkan 
agen bila terlibat dengan kegiatan LPI. Mereka sudah mengeliminasi 
striker Persema Malang Irfan Bachdim dari timnas.  ”Kami saat ini sudah 
memiliki kekuatan hukum untuk menindak LPI. PSSI akan menindak LPI 
dengan regulasi sepak bola, baik yang berlaku di sini juga FIFA,” 
tandasnya.  Nugraha menambahkan, sikap tegas akan diberlakukan bagi 
pemain asing yang merumput di LPI. PSSI akan meminta negara untuk 
mendeportasi pemain asing tersebut. Sebab, keberadaannya menyalahi 
regulasi.  ”Semua pemain akan ditindak, termasuk pemain asing. Pemain 
asing akan dideportasi. Keberadaan mereka di sini lemah secara legal 
karena tidak memiliki dasar hukum jelas. Semua administrasi harus 
melalui federasi,” tambahnya.  Dukungan dan persetujuan FIFA terkait 
status ilegal LPI tertuang dalam dua surat berbeda yang dikirimkan 
kepada Sekjen PSSI. Surat pertama bertanggal 9 Februari 2011 yang 
diteken oleh Director Member Association and Development FIFA Thierry 
Reganas. Surat kedua bertanggal 10 Februari 2011 dikirim dari Zurich dan
 ditandatangani oleh Deputi Sekjen FIFA Markus Katter. Dua surat 
tersebut sekaligus jawaban atau tanggapan atas dua surat yang sebelumnya
 dikirimkan oleh PSSI kepada FIFA.  Surat pertama dari PSSI dikirimkan 
kepada FIFA pada 27 Januari 2011 mengenai tindakan sanksi PSSI terhadap 
pihak-pihak yang terlibat dalam LPI yang dinilai ilegal. Sedangkan surat
 kedua dikirimkan oleh PSSI kepada FIFA pada 1 Februari 2011 tentang 
hasil Kongres Tahunan PSSI dan mengenai rencana penyelenggaraan Kongres 
PSSI pada 19 Maret mendatang. Markus Katter dalam surat itu menegaskan 
bahwa FIFA dapat memahami.  Dengan demikian, badan sepak bola dunia 
menyetujui tindakan yang telah diambil pengurus PSSI terhadap seluruh 
pemain, pelatih, dan pengurus klub-klub sepak bola yang mengikuti LPI.  
”Sesuai dengan fungsinya, untuk melaksanakan pengawasan, pengendalian, 
dan mengorganisasi seluruh kegiatan persepakbolaan di wilayahnya. Maka, 
tindakan PSSI itu sudah sesuai dengan statuta ataupun 
peraturan-peraturan PSSI lain yang berlaku,” tulis Markus dalam suratnya
 itu.  Sementara itu, Thierry dalam suratnya yang juga ditujukan kepada 
Sekjen PSSI menyatakan bahwa FIFA dapat memahami sanksi yang telah 
dijatuhkan PSSI terhadap LPI.  ”Kami dapat memahami tindakan sanksi yang
 dijatuhkan PSSI terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam suatu 
kompetisi yang tidak sesuai dengan permintaan FIFA,” demikian bunyi 
tulisan Thierry.  Salah satu klub LPI, Persebaya 1927, menanggapi soal 
restu FIFA ke PSSI dengan santai. Komisaris Utama PT Persebaya Indonesia
 Saleh Ismail Mukadar mengatakan, jika PSSI memberikan sanksi, tindakan 
tersebut sudah di luar batas. Masalahnya, Persebaya dan sejumlah klub 
yang berbelok ke LPI sudah dikeluarkan dari PSSI. Keputusan itu menurut 
Saleh merupakan sanksi terberat dalam organisasi.  ”Di Bali, kemarin, 
beberapa tim tak boleh ikut kongres, termasuk Persebaya 1927. Sekaligus 
sudah ada surat pemecatan untuk tim yang ke LPI. Itu kan sudah sanksi 
terberat dalam organisasi. Kalau PSSI mau memberikan sanksi lagi, itu 
jelas lucu. Kami kan tidak lagi di bawah PSSI,” ujar Saleh. (estu 
santoso/sindo)
Tim nasional sepak bola Indonesia
Tim nasional sepak bola Indonesia  pernah memiliki kebanggaan tersendiri, menjadi tim Asia pertama  yang berpartisipasi di Piala Dunia FIFA pada tahun 1938. Saat itu mereka masih membawa nama Hindia BelandaHongaria,
 yang hingga kini  menjadi satu-satunya pertandingan mereka di turnamen 
final Piala Dunia.  Ironisnya, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang 
sangat banyak dan  memiliki masyarakat dengan minat yang sangat tinggi 
terhadap olahraga  sepak  bola, menjadikan sepak bola olahraga terpopuler di Indonesia  (selain bulu tangkis), namun Indonesia tidaklah termasuk jajaran  tim-tim kuat di Konfederasi  Sepakbola Asia. dan kalah 6-0 dari 
Di kancah Asia Tenggara sekalipun, Indonesia belum  pernah berhasil menjadi juara Piala AFF
 (dulu disebut Piala Tiger) dan hanya  menjadi salah satu tim unggulan. 
Prestasi tertinggi Indonesia hanyalah  tempat kedua di tahun 2000, 2002,
 dan 2004, dan 2010 (dan menjadikan  Indonesia negara terbanyak peraih runner-up
 dari seluruh negara  peserta Piala AFF). Di ajang SEA Games pun 
Indonesia jarang meraih  medali emas, yang terakhir diraih tahun 1991.
